MENYUSUN MENU UNTUK MENJAMIN KELULUSAN STUNTING

  • Oct 13, 2023
  • Agung Susanto

Wonogiri, sendang-wonogiri.desa.id - Saat ini stunting menjadi kata yang sering kita dengar dimana-mana. Mulai dari perbincangan kalangan ibu-ibu, remaja putri, calon pengantin, pemerintah dan lain sebagainya. Banyak definisi yang berkembang dimasyarakat tentang stunting. Perbedaan stigma masyarakat tentang adanya stunting, bahaya dan cara pencegahannya ini membuat pemerintah tergerak untuk mengambil sikap. Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting serta dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, produktif serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan berikut kiat-kiat dan strategi yang bisa dilakukan mulai dari hulu ke hilir.

Menurut Perpres 72 tahun 2021, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya dibawah standar yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi Kesehatan. Kasus ini juga bisa terdeteksi dengan bayi gagal tumbuh dan berkembang sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dimana diawali dengan gejala-gejala ibu yang sejak remaja menderita anemia akut, ketika sedang hamil mengalami gangguan kehamilan dimana si ibu menderita Kekurangan Energi Kronis (KEK), hingga bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Target nasional untuk prevalensi Stunting yang ditetapkan oleh pemerintah adalah penurunan hingga 14% pada tahun 2024.

Dampak yang ditimbulkan dari kasus stunting ini sangat luar biasa. Pada saat ulang tahun emas kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2045 nanti Indonesia akan mendapatkan bonus demografi dimana pada saat itu jumlah penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya. Harapan kedepan jangan sampai disaat kita memperingati ulang tahun emas kita tidak mendapatkan bonus dalam arti positif tapi justru sebaliknya. Apa yang akan terjadi pada bangsa ini jika pada saat itu generasi penerus bangsa banyak yang stunting? Apakah situasi ini bisa kita atasi? Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri untuk mendukung program Percepatan Penurunan Stunting? Peran apa yang bisa dilakukan oleh Pendamping Desa? Pertanyaan – pertanyaan ini yang menjadi dasar dari tulisan ini dibuat.

Stunting di Wonogiri

Upaya penurunan stunting yang dilakukan oleh pemerintah mulai tingkat pusat sampai didesa harus terus diupayakan mengingat Indonesia merupakan bagian dari negara G20, dan target bagi negara yang masuk G20 atau negara maju terkait kasus stunting adalah dibawah 20%. Pemerintah Republik Indonesia tanggap dalam menyikapi kendala yang ada dan telah menyiapkan program-program nasional yang akan dijadikan patokan untuk membuat kebijakan-kebijakan ditingkat daerah hingga desa.

Begitu juga pemerintah kabupaten Wonogiri, tidak tinggal diam dalam mensukseskan program nasional tersebut dengan bukti dan aksi nyata. Diinisiasi oleh Bupati Wonogiri, Pemerintah Kabupaten mencanangkan program Wonogiri Zero Stunting ditahun 2024. Tentunya program ini mustahil dilakukan jika tidak ada sinergitas antara pemerintah Kabupaten melalui kolaborasi dinas-dinas dibawahnya, pemerintah kecamatan, pemerintah desa dan stakeholder lainnya. Adapun data penderita stunting yang ada diwilayah Kabupaten Wonogiri pada awal tahun 2023 berdasarkan SK Bupati Wonogiri Nomor : 444.2/153/HK/2022 tentang Penetapan Desa/ Kelurahan Lokasi Fokus Percepatan Penurunan Stunting jumlah per desa paling tinggi adalah 61 anak dan paling rendah 3 anak dengan angka prevalensi stunting paling tinggi 38,46% dan paling rendah 9,58%.

Kecamatan Dampingan : Kismantoro

Kecamatan Kismantoro yang menjadi salah satu lokasi fokus penanganan stunting adalah merupakan kecamatan diujung timur kabupaten Wonogiri yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Timur. Disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pacitan, disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit dan dengan sumber air yang kandungan mineral dan yodiumnya rendah. Kecamatan Kismantoro adalah kecamatan yang tertinggi untuk kasus stuntingnya terbukti dengan sebaran kasus di delapan desa dan dua kelurahan. Berdasarkan data dari aplikasi sistem elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), jumlah kasus stunting pada cut off bulan Desember 2022 di desa/kelurahan yang ada di Kismantoro adalah sebagai berikut :

  1. Kelurahan Kismantoro dengan jumlah 14 kasus
  1. Kelurahan Gesing dengan jumlah 3 kasus
  2. Desa Plosorejo dengan jumlah 8 kasus
  3. Desa Pucung dengan jumlah 6 kasus
  4. Desa Bugelan dengan jumlah 14 kasus
  5. Desa Miri dengan jumlah 7 kasus
  6. Desa Lemahbang dengan jumlah 11 kasus
  7. Desa Ngroto dengan jumlah 11 kasus
  8. Desa Gambiranom dengan jumlah 5 kasus
  9. Desa Gedawung dengan jumlah 21 kasus

Jumlah keseluruhannya adalah 100 kasus, dengan indikasi tinggi dan berat badan dibawah standar. Dari data yang telah dimiliki tersebut pemerintah kecamatan dan pemerintah desa terus berkolaborasi untuk terus berupaya dalam percepatan penurunan stunting. Langkah-langkah yang diambil yaitu dengan meng-edukasi masyarakat secara terpadu melalui pertemuan-pertemuan baik formal maupun non formal.

Salah satu yang menjadi fasilitator dalam upaya penurunan stunting di Kecamatan Kismantoro adalah Tenaga Pendamping Profesional Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (TPP P3MD) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Koordinator PLKB Kecamatan Kismantoro, Puskesmas Kismantoro dan segenap jajaran pendidikan mulai dari PAUD, Sekolah Dasar sederajat, SMP/MTs sederajat, SMA/SMK sederajat serta seluruh stake holder yang ada bersama dengan seluruh elemen masyarakat.

Fasilitasi Penyusunan Menu PMT

Tenaga Pendamping Profesional di Kecamatan Kismantoro terdiri dari 2 Pendamping Desa dan 2 Pendamping Lokal Desa. Bertugas untuk mendampingi program dan kegiatan yang didanai oleh Dana desa maupun sumber lainnya. Sebagai bentuk dedikasi dan pengabdian kegiatan oleh TPP diantaranya dengan pendampingan di posyandu-posyandu disetiap desa seperti posyandu balita, lansia, dan posyandu remaja serta kelas ibu hamil. Adapun pendampingan yang dilakukan mulai dari pemanfaatan Dana Desa untuk kegiatan-kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), edukasi bagi remaja. Kemudian TPP juga melakukan koordinasi dan fasilitasi dalam hal pembentukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan juga Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Selain itu TPP dalam hal ini adalah Pendamping Lokal Desa yang juga memfasilitasi dan memberikan penyuluhan bagi masyarakat dan pemangku kebijakan ditingkat desa melalui rembug stunting desa agar didalam membuat kebijakan nantinya pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa beserta perangkatnya tidak salah arah. Langkah konkrit selanjutnya yang dilakukan oleh TPP khususnya Pendamping Lokal Desa adalah pendampingan terhadap pemerintah desa dan mengawal penganggarannya serta memastikan serapan anggaran yang dianggarkan melalui APBDes pada tahun berjalan sudah sesuai dengan sasaran.

Tidak hanya berhenti disitu saja, TPP juga mengawal secara penuh terhadap pemanfaatan anggaran untuk pengadaan PMT penyuluhan dan pemulihan berikut juga menu-menu yang disajikan agar terpantau kandungan gizinya maka dilakukan kolaborasi dengan ahli gizi puskesmas. Seringkali program Pemberian Makanan Tambahan kurang tepat sasaran. Analisa awal adalah karena pemberiannya tidak konsisten, dan kandungan gizinya kurang memenuhi standar kecukupan gizi. Untuk penanganan kasus stunting ini dilakukan intervensi selama 90 hari secara terus menerus dengan cara penyampaian PMT berupa makanan jadi yang disajikan oleh TPPS bersama dengan TPK.

Penyusunan menu Pemberian Makanan Tambahan menjadi penting bagi Pemerintah Desa dalam hal perencanaan penganggaran. Bagi Kader Posyandu, menu ini menjadi acuan dalam pengadaan bahan untuk menyusun Pemberian Makanan Tambahan. Sedangkan bagi pihak penerima bantuan, menu ini dapat menjadi jaminan ketercukupan kandungan gizi. Dan bagi pemerintah kabupaten, menu ini pada akhirnya dapat menunjang keberhasilan program percepatan penanggulangan stunting di desa.

Untuk menjamin kandungan gizi pada Pemberian Makanan Tambahan, Pendamping Desa melakukan fasilitasi pertemuan antara ahli gizi dari Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Posyandu, serta TPK dan TPPS. Output dari fasilitasi ini adalah tabel menu Pemberian Makanan Tambahan. Menu yang disajikan oleh posyandu, TPK dan TPPS sudah terangkum dalam jangka waktu 30

hari. Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa anggaran dan juga konsumsi yang diterima sudah sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Contoh Baik : Lulus Stunting

Dengan bermodal daftar menu dan kerjasama Pendamping Lokal Desa bersama pemerintah desa, TPPS, TPK dan peran masyarakat dalam implementasi penanganan stunting pada akhirnya ada satu anak yang terselamatkan dari bahaya stunting. Adalah bocah kecil yang lucu bernama Enjang (bukan nama sebenarnya) yang diindikasikan bisa terkena stunting karena mempunyai tinggi badan dan berat badan dibawah standar. Anak ini berasal dari keluarga yang beralamat di Desa Lemahbang Kecamatan Kismantoro. Usia anak tersebut pada saat itu adalah 19 bulan. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada bulan Januari didapatkan data tinggi badan awal 77,5 cm dan berat badan 8,5 kg. Berdasar data tersebut, anak ini masuk dalam kategori stunting. Secara otomatis, balita ini menjadi target dari Program Pemberian Makanan Tambahan.

Langkah berikutnya adalah pendampingan terhadap Pemberian Makanan Tambahan selama 90 hari dan pemberian asupan gizi seimbang dengan takaran nutrisi dan pemberian susu berkadar protein tinggi sesuai dengan menu yang telah disusun. Pemantauan dilakukan secara terus menerus oleh TPK dan Kader Posyandu. Hingga pada pengukuran selanjutnya, maka si bocah tersebut akhirnya tinggi badannya naik menjadi 81 cm dan berat badannya menjadi 8,9 kg. Artinya status anak ini tidak lagi stunting. Atau bahasa yang sering digunakan di desa adalah: lulus stunting. Kasus serupa juga dialami oleh anak yang lain di desa Lemahbang. Rata – rata berat dan tinggi badannya juga mengalami kenaikan.

Berkaca dari hal tersebut diatas, penanganan stunting bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor – faktor yang harus diperhatikan. Bukan hanya soal anggaran, tetapi juga implementasi kebijakan yang satu sama lain akan sangat terkait. Maka satu hal yang paling penting adalah kolaborasi antar pihak. Dan tugas dari Pendamping Desa adalah menjadi jembatan antar pihak untuk dapat saling bersinergi dan berkolaborasi. Dengan demikian kasus stunting ini akan dapat dituntaskan apabila peran dari seluruh elemen masyarakat dapat terlibat aktif dan secara langsung ikut ambil bagian didalamnya. Jika hal ini dapat dilakukan secara simultan, bukan hal yang mustahil jika Wonogiri Zero Stunting di tahun 2024 akan terwujud.

Penulis : Yuzidha Ekawati (Pendamping Lokal Desa di Kabupaten Wonogiri)